RSS
Hello! Welcome to this blog. You can replace this welcome note thru Layout->Edit Html. Hope you like this nice template converted from wordpress to blogger.

Benjo Si Anak Eskimo



Pada pagi yang cerah, Benjo berjalan di hamparan salju. Ia mengenakan pakaian kulit binatang dari kepala hingga kaki. Kulit yang hangat itu melindungi dari dinginnya salju. Benjo membawa kail di pundaknya, dan diujung kailnya berjuntai tiga ekor ikan besar hasil pancingannya. Ikan-ikan tersebut untuk makan malamnya di Iglo. Di Iglo ikan merupakan makanan sehari-harinya.


Shinchan , Anjing Laut, mencium bau ikan tersebut. Shinchan segera menggukguk. “Guk-guk-guk!” Shinchan menggukguk. Ia mengangkat hidungnya ke udara. Anjing laut yang lain pun melakukan hal yang sama. Meraka pun berbaris panjang dan mengikuti Berit.


Ayah Benjo menjemput Benjo dengan kereta anjingnya. “Hush! Hush! Hush!” teriak ayah Benjo. Ia memutar-mutarkan kail besar di atas kepalanya. Benjo berhenti. Shinchan dan Anjing laut lainnya pun berhenti. Mereka melonjak-lonjak dan menyalak keras kepada ayah Benjo.


Benjo pun seketika melompat naik ke atas kereta ayahnya. Kemudian Benjo dan ayahnya meninggalkan tempat itu. Anjing laut menatap kepergian Benjo dengan penuh haru. Saat melompat ke kereta, ternyata Benjo melemparkan ikan-ikannya. Shinchan dan anjing laut lainnya menikmati ikan-ikan itu. Anjing-anjing laut itu pun seketika bergembira.

Jika Aku Seperti Burung

Kulihat burung terbang melayang
Membumbung tinggi di angkasa
Tak pernah lelah pagi dan petang
Melihat seluruh alam terbuka

Langit biru mengiringi lajunya
Matahari menyilaukan pancarannya
Kepakan sayapnya mengindahkan tubuhnya
Ia terbang bagai angin semilir

Mereka terbang berkawan-kawan
Sambil bergurau bersuka ria
Membumbung tinggi menuju awan
Lelah sayap tak terasa

Jika aku seperti burung
Kubuka lebar kedua sayapku
Ku terbang jauh tinggi di awan
Untuk melihat alam negeriku

Bang Samin

Musik kulintang terdengar dari rumah sebelah. Ita mendengarkan suara musik itu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh kehadiran Samin, kakaknya.
Ita : Yuk, kita melihat orang latihan kulintang.
Samin : Ah, malas!Aku masih banyak pekerjaan.
Ita : (jengkel) kakak, selalu bicara begitu.
Samin : Sungguh, aku akan menghadapi ujian. Tak mungkin membuang waktu.
Ita : Kalau begitu aku mau melihat sendiri.
Samin : Jangan, sekarang banyak perampokan dan penculikan.
Aku takut engkau dijadikan korban.
Ita : Biar saja, kakak tidak mau kan mengantar Ita?
Samin : (Mengelus-elus rambutnya sambil menarik nafas panjang)
Baik, baik . . . tapi jangan lama-lama ya!
Ita : Tidak . . . tidak lama kak!
Samin : Huh, dasar anak kecil!
Ita : (Berloncat-loncat gembira sambil menggandeng samin) Biar saja!
Akhirnya Ita berhasil membujuk Samin untuk mengantarnya pergi melihat pertunjukan musik kulintang.

Penduduk Desa





            Beberapa minggu yang lalu, kami sekeluarga pergi ke sebuah desa di Jawa Tengah. Udara disini sangat bersih. Disini tidak ada asap pabrik dan juga kendaraan bermotor. Disini masih banyak pepohonan yang membuat udara lebih segar. Banyak sekali pegunungan disini, sehingga udara di desa ini terkenal sangat dingin sekali. Ayah dan Ibu sangat suka mengisi liburan di desa ini. Karena dapat membuat pikiran kembali semangat setelah rutin beraktifitas di perkotaan.

            Sekitar pukul tujuh pagi, gunung-gunung mengeluarkan kabut yang cukup tebal, sehingga dapat terlihat oleh kami. Rerumputan masih basah tertutup embun. Aku masih malas melakukan kegiatan. Akan tetepi, kulihat penduduk di desa ini sudah banyak yang melakukan kegiatan. Kulihat seorang bapak memanggul cangkul, seorang ibu menggendong keranjang, dan seorang anak mengikuti. Mereka hendak pergi ke ladang dekat rumahnya.

            Ketika mereka lewat di depanku, mereka selalu menyapaku dengan ramah. Orang-orang disini memang sangat ramah. Kemana pun aku pergi, mereka selalu menyapaku. Mereka berbicara dengan bahasa Indonesia yang kaku. Mungkin karena mereka terbiasa berbicara dengan bahasa Jawa. Ketika kami sekeluarga pulang, mereka memberi kami oleh-oleh banyak sekali. Sungguh beruntungnya aku masih memiliki desa.

Menghindari Malas Belajar


       Siapapun, baik guru, orangtua, mahasiswa, pelajar, maupun saya sendiri, pasti setuju bahwa menyontek itu merupakan perbuatan pengecut. Tidak percaya pada diri sendiri. Akan tetapi, banyak pelajar yang melakukan perbuatan seperti itu. Alasannya bias bermacam-macam. Akan tetapi, yang pasti cuma ada dua kata yang tepat untuk seseorang yang melakukan kegiatan menyontek, yakni malas belajar.

       Bagaimana caranya supaya rasa malas belajar tidak mengganggu? Jawabannya, disiplin. Disiplin membagi waktu antara belajar dan bermain perlu dilakukan sejak kamu menjadi pintar.

       Beberapa jurus sederhana agar terhindar dari kegiatan menyontek bias dijadikan bahan pertimbangan. Mula-mula, kamu harus disiplin. Kemudian, untuk memulai belajar, istirahat dulu yang cukup. Setelah itu, pastikan dahulu catatan yang akan kalian pelajari. Apakah sudah lengkap atau belum? Lalu, letakan buku yang akan dibaca sejauh 50 cm dari mata. Tujuannya, agar kamu dapat melihat seluruh halaman. Selanjutnya, gerakan telunjuk ke bawah di tengah-tengah halaman. Matamu tertuju tepat di atas ujung jari. Gerakan jari dengan cepat sehingga kamu tidak mempunyai waktu untuk berhenti membaca setiap hurufnya.

       Ulangi hal itu berkali-kali. Jika kamu membaca lima atau enam kali, otomatis otakmu akan merekam apa yang sudah kamu baca. Syarat lain, setiap kali belajar harus berkonsentrasi. Soalnya, kalau pikiran kamu melayang kemana-mana, apa pun yang kamu baca akan lenyap tidak berbekas.

       Satu hal yang jelas, lenyapkan rasa malas belajar. Kalau setiap hari kamu dapat membaca satu atau dua novel, tabloid atau komik dengan perasaan yang menyenangkan, kamu pun dapat melakukan hal yang sama pada saat buku-buku pelajaran sekolah. Mulai sekarang, giatlah belajar dan hindari perbuatan curang atau tidak baik.

Benjo Si Anak Eskimo


Pada pagi yang cerah, Benjo berjalan di hamparan salju. Ia mengenakan pakaian kulit binatang dari kepala hingga kaki. Kulit yang hangat itu melindungi dari dinginnya salju. Benjo membawa kail di pundaknya, dan diujung kailnya berjuntai tiga ekor ikan besar hasil pancingannya. Ikan-ikan tersebut untuk makan malamnya di Iglo. Di Iglo ikan merupakan makanan sehari-harinya.


            Shinchan , Anjing Laut, mencium bau ikan tersebut. Shinchan segera menggukguk. “Guk-guk-guk!” Shinchan menggukguk. Ia mengangkat hidungnya ke udara. Anjing laut yang lain pun melakukan hal yang sama. Meraka pun berbaris panjang dan mengikuti Berit.


            Ayah Benjo menjemput Benjo dengan kereta anjingnya. “Hush! Hush! Hush!” teriak ayah Benjo. Ia memutar-mutarkan kail besar di atas kepalanya. Benjo berhenti. Shinchan dan Anjing laut lainnya pun berhenti. Mereka melonjak-lonjak dan menyalak keras kepada ayah Benjo.


            Benjo pun seketika melompat naik ke atas kereta ayahnya. Kemudian Benjo dan ayahnya meninggalkan tempat itu. Anjing laut menatap kepergian Benjo dengan penuh haru. Saat melompat ke kereta, ternyata Benjo melemparkan ikan-ikannya. Shinchan dan anjing laut lainnya menikmati ikan-ikan itu. Anjing-anjing laut itu pun seketika bergembira.

Untukmu Ibuku

Kala mentari muncul di ufuk timur
Saat bulan mulai tertidur
Kau permata hatiku
Tak goyang diterpa badai penderitaan

Ibu, pengorbananmu tiada tara
Siang dan malam kau curahkan untukku
Tetes air mata dan curahan keringat
Mengalir dari mata dan tubuhmu

Ibu. Hatimu seputih salju
Senyum manismu menggiring selalu langkahku
Tuhan, sayangilah Ibuku selalu
Seperti Ibu menyayangiku selama ini

Padamu Ibu aku berseru
Terima kasih Ibu
Atas semua pemberian dan jasamu
Atas semua yang telah kau berikan kepadaku
 
Copyright 2009 andrian kusuma putra. All rights reserved.
Free WordPress Themes Presented by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy